Jalur Dua (part1)

21.09


"Jalur dua dari utara segera masuk krl tujuan bekasi" nyaring suara lelaki dibalik TOA pada sudut-sudut stasiun cikini. Pandanganku yang tak bisa diam, selalu mengamati kegiatan lalu-lalang manusia-manusia yang bertebaran didepanku. Dengan angkuh, aku duduk di peron area tunggu wanita bersama seorang bapak tua yang mengenakan jaket serba hitam. Masih menunggu kedatangan kereta bekasi, tak terasa aku sudah berada disini sejak 20 menit lalu. Mungkin akan terlihat membosankan menunggu tak jemu, namun mengamati wajah-wajah dan tingkah laku orang lain sudah menjadi hiburan tersendiri buatku. 

Tiga meter disudut kanan depanku terdapat tiang kolom bundar penyangga struktur atap stasiun cikini. Kolom beton dengan cat krem muda dilapisi coating glossy exterior menjadi sandaran seorang wanita paruh baya yang nampak lelah. Tak berbeda dengan orang lain yang ada disini, semua memang tampak lelah. Melihatnya saja sudah membuat kita ikut lelah. Aktivitas dan rutinitas sehari-hari memungkinkanku, untuk bertemu dengan orang yang sama di stasiun ini. Ah bukan hanya aku, orang lain juga bisa bertemu dengan orang yang pernah ia temui. Mendadak teringat dengan pelajaran SMP, peluang. Meski hanya berkisar 1:1000, namun peluang tetaplah ada untuk bertemu orang yang sama.

"Desss.. dess dess.." komuterline tujuan bekasi tepat berhenti setelah dua gerbong pertama melewatiku. "ah sudah jam sembilan, pantes aja sepi" gumamku seraya mengamati seisi gerbong. Agak canggung ketika mendapati mataku saling bertemu dengan mata orang lain yang juga mengamati seisi kereta. Mereka tak berbeda denganku, orang yang bosan dan lebih senang mengamati. Beberapa mencurahkan kebosanan dengan bermain ponsel ataupun membaca, namun kegiatan itu tak pernah se-mengasyikkan seperti mengamati sesama homo sapiens

"se-sepi-sepi-nya komuterline, peluang dapet tempat duduk tuh kecil" pikirku sambil menyenderkan pundak pada tiang yang berada di tengah-tengah kereta. Aku merunduk memandangi tempatku berpijak. Sepatu abu-abu kuningku berhimpitan dengan sepatu pink gadis kecil berhijab. "Lucunya, masih kecil sudah berhijab serba pink". Umurnya mungkin baru 5 tahun. Ia duduk bersama seorang lelaki yang terlihat lebih pantas dipanggil "kakek" ketimbang ayah, I guess. Pikiranku agak terganggu, bukan, aku tidak pedopil, aku terganggu karena pemandangan siluet perut pada kemejaku yang membundar maju sangat mengganggu!! Ah sudahlah, aku terlalu lelah untuk banyak berpikir akhir-akhir ini.


You Might Also Like

0 comment