Life is a Journey

23.18

Jam dinding terus berdetak, suaranya samar-samar dari kejauhan namun masih dapat kudengar. Ruangan ini begitu putih, terlalu bersih untuk perabotan serba hitam sebagai pengisinya. Tak terasa sudah lima belas menit kudapati diriku duduk termenung. Ada yang salah. Ada yang tidak beres. Namun apa? Bukan introvert namanya jika tak memikirkan hal-hal sepele yang dapat terngiang-ngiang begitu lama. Kaos tidur polos dan celana pendek, seragam wajib sebelum tidur. Sayangnya otak ini masih terus berputar, mencari jawaban atas ketidakberesan yang menampar keheningan didalam hati. 

Cerita ini akan membangunkanmu dari tidur panjang. Memberikanmu jawaban atas hal-hal yang ingin kamu tanyakan. Bila tak sanggup sebaiknya tidak perlu dibaca lebih lanjut. Segera tutup, tidur agar tidak terlambat sahur. 

***
Intro

Perkenalkan, kami dari Komunitas Saling Single dan Bebas Ngasih, disingkat Kosasih. Inilah cerita kami. *apabila terdapat kesamaan nama dan kejadian, ini hanyalah bualan belaka, gakusah serius2 amat, nanti uratnya putus*

Merlin, Indah, Saya. (ada lishin diujung sana)

Alumni Universitas Diponegoro yang bersama-sama mengadu nasib di ibukota dengan modal seadanya, kami bermimpi untuk menjadi besar. Entah apa yang mengikat pertemanan kami hingga kini. Sebelumnya kami terpisah pada kelompok yang berbeda (baca: gue doang sih). Hampir setiap akhir pekan kami berdiskusi untuk berwisata, baik dalam kota maupun luar kota. Seringkali meskipun mendadak, kegiatan tetap berjalan lancar dan menyenangkan. Terlintas di benakku, salah satu yang menjadikan kami mampu bertahan adalah rasa saling percaya dan menjaga. 

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, sudah hampir satu tahun aku bekerja mengais rezeki. Kisah asmaraku yang kandas beberapa waktu silam seolah terobati oleh kehadiran teman-teman yang luar biasa ini. Kondisi terberat yang pernah kualami rasanya menjadi lebih ringan, terangkat oleh tawa. Sejak saat itu, tidak ada siapapun disini yang mengusik keheningan. Begitu damai, rasanya aku hanya ingin fokus bekerja keras, mengejar prestasi, lalu kemudian tertawa sepuasnya bersama mereka. Hingga hari itu pun tiba. Semuanya perlahan berubah. Menggelapkan yang abu, memerahkan yang jingga.

Tunggu, tulisan ini bukan untukmu. Bukan pula untuk mereka. Tulisan ini untukku. Untuk manusia yang berada dibalik layar. Sang Spectator.

Hidup tak selamanya indah, meski nama temanku salah satunya adalah indah. Seperti permen karet, awalnya manis, perlahan pahit diakhir. "dam, dapet salam" kata indah. "ciyee ciyee" sahut lisin. "ha?" kataku tak mendengarkan. Awal kepahitan yang kuharap tak pernah terjadi dalam hidupku. Benar, aku seharusnya mendengarkan kata hatiku, "jangan dibuka untuk siapapun"

You Might Also Like

0 comment