Aroma Jiwa

15.13

Menjalani kehidupan yang singkat ini rasanya seperti tidak ada habisnya. Keberlangsungan yang patut disyukuri adanya, namun hanyalah fana ketika mengetahui bahwa waktu semakin menipis dan telah menungguku di seberang jalan. Tumbuh dewasa sembari mengamati pongah kekanakan yang kuperbuat, memahami bahwa disetiap detik kehidupanku selalu ada fenomena yang baru. Entah pengalaman apa yang akan kujalani, entah bersama siapa, entah dimana, sajikanlah yang terbaik.
Kepingan ingatan yang terlintas seolah mengingatkanku pada pelajaran-pelajaran yang pernah kulalui. Menyisakan sedikitnya rasa rindu, manis bahkan pahit yang menekak hingga pangkal lidah. Adakah aku yang berdiri disini telah menjadi seseorang yang lebih baik dari kemarin? Ataukah hanya bertumpu pada perasaan merasa lebih baik yang nyatanya kepekaan atas perasaan itu sudah lama hilang? ataukah aku disini hanya sisa-sisa dari pecahan atas jiwa yang telah hancur berserakan? Aku tidak tahu.

Kuraih pegangan jendela, membukanya perlahan hampir dua senti dari keadaan semula. Semilir angin yang masuk membawaku pada tempat sama. Masih dikamar. Tentu, aku bahkan tidak beranjak dari jendela sejenak. Menatap ke arah luar, jalanan cor dengan taman boulevard hampir dua meter seperti memaksaku untuk memikirkan sesuatu yang sangat penting. Memikirkan bahwa ada yang salah dengan hidupku. Ya, ada yang salah. Meski aku belum menemukan kesalahan apa yang membuatku semakin jauh dari titik yang kuharapkan. Kuhirup aroma udara yang masuk ke dalam kamar, mengendusnya, menggelitik rambut halus di hidungku yang sensitif. Aroma yang tidak dapat kujelaskan dengan kata-kata. Bukan sesuatu yang menakjubkan, hanya saja pemahamanku terlalu dangkal untuk menjelaskannya. Aku kembali termenung bersandar pada dinding jendela, melirik meja komputer yang berada tepat di seberang jendela. Ponselku hanya diam, akhir-akhir ini ia tidak banyak bicara, mungkin sedang puasa. 

Target, Cita-cita, dan Tujuan Hidup. Poin-poin yang kembali menyeruak dalam hidup. Sempat hilang, sempat hampa tanpa tujuan. Tuhan memang takkan mengijinkan hambanya mengintip masterplan yang sudah didesain sedemikian rupa. Kemarin, hari ini hingga esok, siapa yang tahu? Namun ketika Tuhan merencanakan pertemuan dan perpisahan, Ia benar-benar maha Adil. Jiwa-jiwa yang berbeda disatukan dengan sebuah pertemuan, disaat yang sama, banyak jiwa-jiwa yang sama justru dipisahkan. Apa tujuannya? Tidakkah kita benar-benar memahaminya? Satu poin yang terlintas dibenak pemikiran dangkalku adalah konsep perbedaan ada untuk saling melengkapi. Mungkinkah kita adalah bagian dari jiwa-jiwa yang diselamatkan? ataukah kita jiwa-jiwa yang sudah berada jauh dari jalan-Nya? Mungkinkah jiwa-jiwa baik sengaja disebar untuk menyebar kebaikan? Betapa indahnya, menularkan kebaikan pada jiwa bimbang yang bisa saja jatuh ke tempat yang salah. Seperti memilih antara mengajari yang belum tahu atau mengajari yang sudah tahu? manakah yang lebih bermanfaat? Entahlah, perspektif manusia sulit kupahami.

You Might Also Like

1 comment