Kerja vs Kuliah S2
15.58
Halo! Pada artikel kali ini, saya mau mencoba membahas tentang "gimana sih rasanya kuliah lagi setelah bekerja beberapa tahun?" (padahal mah baru 2 tahun kerja). Kalau tidak salah saya pernah membahas tentang gambaran singkat dunia kerja dan perbandingannya dengan jaman kuliah S1, maka dari itu saya akan mencoba menulis tentang bagaimana kerja vs kuliah S2. Dalam kasus ini adalah pekerjaan konsultan arsitektur yaa. Dan kuliahnya di Indonesia. Jadi kalau ada yang tanya rasanya kuliah di luar negeri, gue gak tau! Karena beda variabel jenis pekerjaan pasti berbeda juga pengalamannya. Dan S2 yang akan dibahas disini adalah jurusan Teknik dengan kelas Reguler. Sehingga buat temen-temen yang sekiranya mencari artikel soal gimana rasanya kuliah sambil kerja, maka artikel ini mungkin kurang tepat buat kamu.
Prolog
Buat pembaca baru, perkenalkan nama saya Fahry Adam. Saya lulusan Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro 2014 lalu. Selama dua tahun, saya bekerja di konsultan arsitektur, yap, sesuai dengan bidang kuliah saya. Akhir Agustus lalu, saya memutuskan untuk melanjutkan studi pascasarjana dan berhenti kerja. Sayangnya bukan di bidang arsitektur, melainkan di teknik sipil, masih berkutat dengan dunia konstruksi.
Kenapa memilih sipil dan bukan Arsitektur? Pertanyaan ini sering banget ditanyakan, yang mana saya sendiri awalnya bingung untuk menjawabnya. Secara umum, teknik sipil dan arsitektur berada di bidang yang sama, hanya saja, arsitektur lebih pada pendekatan desain, sedangkan sipil pada pendekatan teknis. Jawaban ini pun relatif, jadi jika kamu punya pendapat yang berbeda, itu sah-sah saja. Menurut saya, arsitektur merupakan seni yang dipadukan dengan teknik, tergantung pada kampusnya, ada yang lebih menonjolkan tekniknya, ada yang lebih menonjolkan seninya.
Proses pemilihan jurusan ini akan kamu alami nantinya jika kamu sudah memiliki pengalaman bekerja dan sedikit demi sedikit akan menemukan arah, "mau dibawa kemana hidup gue?". Dari pengalaman tersebut, sedikit demi sedikit ketertarikan saya dibidang konstruksi ini mulai berubah. Nilai keindahan dari sebuah arsitektur memiliki parameter yang relatif, bos A mungkin senang dengan bentuk pertama, namun bos B lebih senang dengan bentuk kedua. Ini tidak sama dengan prinsip matematika yang mana 0 ≠ 1 *apasih
Hal tersebut membuat saya berpikir keras. Banyaknya perbedaan pendapat, selera serta tidak adanya ukuran yang jelas menyebabkan waktu pengerjaan juga tidak dapat terukur. Itulah sebabnya tidak heran jika karyawan konsultan arsitektur punya track record lembur yang tinggi. Lagipula, saya mengambil sipil manajemen, yang artinya saya ingin merangkak lebih daripada posisi pelaksana. Singkat cerita saya mulai berkuliah di Manajemen Proyek, Universitas Indonesia kampus depok.
Kenapa memilih sipil dan bukan Arsitektur? Pertanyaan ini sering banget ditanyakan, yang mana saya sendiri awalnya bingung untuk menjawabnya. Secara umum, teknik sipil dan arsitektur berada di bidang yang sama, hanya saja, arsitektur lebih pada pendekatan desain, sedangkan sipil pada pendekatan teknis. Jawaban ini pun relatif, jadi jika kamu punya pendapat yang berbeda, itu sah-sah saja. Menurut saya, arsitektur merupakan seni yang dipadukan dengan teknik, tergantung pada kampusnya, ada yang lebih menonjolkan tekniknya, ada yang lebih menonjolkan seninya.
Proses pemilihan jurusan ini akan kamu alami nantinya jika kamu sudah memiliki pengalaman bekerja dan sedikit demi sedikit akan menemukan arah, "mau dibawa kemana hidup gue?". Dari pengalaman tersebut, sedikit demi sedikit ketertarikan saya dibidang konstruksi ini mulai berubah. Nilai keindahan dari sebuah arsitektur memiliki parameter yang relatif, bos A mungkin senang dengan bentuk pertama, namun bos B lebih senang dengan bentuk kedua. Ini tidak sama dengan prinsip matematika yang mana 0 ≠ 1 *apasih
Hal tersebut membuat saya berpikir keras. Banyaknya perbedaan pendapat, selera serta tidak adanya ukuran yang jelas menyebabkan waktu pengerjaan juga tidak dapat terukur. Itulah sebabnya tidak heran jika karyawan konsultan arsitektur punya track record lembur yang tinggi. Lagipula, saya mengambil sipil manajemen, yang artinya saya ingin merangkak lebih daripada posisi pelaksana. Singkat cerita saya mulai berkuliah di Manajemen Proyek, Universitas Indonesia kampus depok.
Back to School
Kehidupan kampus nyatanya tidak membuat kita merasa jadi lebih muda. Teori yang perlu dipertanyakan. Berada di lingkungan kampus dengan mayoritas teman-teman S1 malah membuat kita nampak sangat tua. Terutama ketika kamu kuliah di UI. Banyak sekali adik-adik yang wajahnya seperti bayi, bersih, muda, forever young? Bis Kuning, transportasi publik, adalah tempat yang paling mudah untuk terlihat tua. Bis tersebut didominasi oleh maba. Salah satu ciri unik maba UI adalah mengucapkan salam ketika turun dari bis, "terima kasih pak" ucap anak-anak. "ya ya ya.." jawab si supir nampak bosan. Ya iyalah, ribuan maba, ngomong kayak gitu setiap hari selama satu semester.
Nah kembali ke topik, ada beberapa parameter yang akan saya compare. Dan ini sebenernya general, karena hampir semua orang akan mengalami hal ini. Parameter yang pertama adalah aspek finansial, lalu aspek waktu, dan yang terakhir adalah aspek pengalaman.
Aspek Finansial, tentunya ini berpengaruh penting pada saat kita akan memutuskan untuk kuliah dan meninggalkan pekerjaan kita. Awalnya kita memiliki penghasilan jutaan rupiah perbulan, ditambah uang lembur, ditambah dapat makanan di kantor, dapat fasilitas taksi malam, tiba-tiba mendadak kita tidak memiliki itu semua. Dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan jaman bekerja, perlahan berubah seiring dengan berubahnya keuangan kita. Bersyukur, saya didukung oleh orang tua pada aspek finansial meski dengan segala keterbatasan. Ketika dulu waktu untuk jalan-jalan bisa 3 kali seminggu, mungkin saat ini hanya bisa satu kali seminggu. Ya saya sih tetep tiga kali seminggu, cuman yang keluar duit banyak paling sekali seminggu hehe. Namun dengan mengambil S2 Reguler tanpa bekerja, juga membawa dampak besar dalam hal investasi. Pasalnya selama 2 tahun, kamu akan memutar otak untuk mencari dana tabungan, karena tidak ada pendapatan yang cukup besar. Saya sendiri sedang mencoba mengadu nasib di mengemudi online.
Aspek Waktu, pada aspek ini juga berbeda cukup signifikan. Awal mula bekerja adalah dari jam 9 pagi hingga 6 sore, atau sekitar 9 jam produktif perhari. Dengan kata lain, tidak ada waktu melakukan kegiatan lain di 9 jam tersebut. Kini dengan kuliah S2 saja, saya hanya menghabiskan waktu 3 jam di kampus. Sehingga terdapat gap atau jarak 6 jam produktif dari biasanya. Salah satu hal yang saya bilang sungguh luar biasa, karena terasa sekali setiap jamnya begitu banyak yang dapat dilakukan ketika tidak bekerja *eh. Ketika kamu bekerja, entah, waktu terasa sangat cepat, tau-tau udah sore. Tapi ketika kuliah, waktu terasa begitu banyak. Berbeda dengan S1, karena sks pascasarjana tidak begitu banyak, maka waktu untuk belajar dan membaca benar-benar terasa. Dengan kesadaran sendiri, kita terlatih untuk lebih banyak belajar.
Aspek Pengalaman, dengan berkuliah S2 tanpa diiringi bekerja memiliki konsekuensi bahwa kita kehilangan waktu 2 tahun untuk mendapatkan pengalaman karir. Seringkali ketika kita mau melamar pekerjaan, banyak prasyarat seperti minimal pengalaman 5 tahun dsb. Ini juga menjadi pertimbangan berat ketika ingin mengambil S2 reguler. Disaat teman-teman kita mendapat 2 tahun pengalaman, kita terlewat 2 tahun tanpa pengalaman. Namun poin plusnya, ketika sudah lulus, predikat kita dalam melamar sudah bukan di level S1, melainkan S2, yang mana memiliki poin plus di instasi tertentu.
Semoga tulisan ini bisa membantu temen-temen yang mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolah sebagai bahan pertimbangan. Thanks for reading!
Nah kembali ke topik, ada beberapa parameter yang akan saya compare. Dan ini sebenernya general, karena hampir semua orang akan mengalami hal ini. Parameter yang pertama adalah aspek finansial, lalu aspek waktu, dan yang terakhir adalah aspek pengalaman.
Aspek Finansial, tentunya ini berpengaruh penting pada saat kita akan memutuskan untuk kuliah dan meninggalkan pekerjaan kita. Awalnya kita memiliki penghasilan jutaan rupiah perbulan, ditambah uang lembur, ditambah dapat makanan di kantor, dapat fasilitas taksi malam, tiba-tiba mendadak kita tidak memiliki itu semua. Dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan jaman bekerja, perlahan berubah seiring dengan berubahnya keuangan kita. Bersyukur, saya didukung oleh orang tua pada aspek finansial meski dengan segala keterbatasan. Ketika dulu waktu untuk jalan-jalan bisa 3 kali seminggu, mungkin saat ini hanya bisa satu kali seminggu. Ya saya sih tetep tiga kali seminggu, cuman yang keluar duit banyak paling sekali seminggu hehe. Namun dengan mengambil S2 Reguler tanpa bekerja, juga membawa dampak besar dalam hal investasi. Pasalnya selama 2 tahun, kamu akan memutar otak untuk mencari dana tabungan, karena tidak ada pendapatan yang cukup besar. Saya sendiri sedang mencoba mengadu nasib di mengemudi online.
Aspek Waktu, pada aspek ini juga berbeda cukup signifikan. Awal mula bekerja adalah dari jam 9 pagi hingga 6 sore, atau sekitar 9 jam produktif perhari. Dengan kata lain, tidak ada waktu melakukan kegiatan lain di 9 jam tersebut. Kini dengan kuliah S2 saja, saya hanya menghabiskan waktu 3 jam di kampus. Sehingga terdapat gap atau jarak 6 jam produktif dari biasanya. Salah satu hal yang saya bilang sungguh luar biasa, karena terasa sekali setiap jamnya begitu banyak yang dapat dilakukan ketika tidak bekerja *eh. Ketika kamu bekerja, entah, waktu terasa sangat cepat, tau-tau udah sore. Tapi ketika kuliah, waktu terasa begitu banyak. Berbeda dengan S1, karena sks pascasarjana tidak begitu banyak, maka waktu untuk belajar dan membaca benar-benar terasa. Dengan kesadaran sendiri, kita terlatih untuk lebih banyak belajar.
Aspek Pengalaman, dengan berkuliah S2 tanpa diiringi bekerja memiliki konsekuensi bahwa kita kehilangan waktu 2 tahun untuk mendapatkan pengalaman karir. Seringkali ketika kita mau melamar pekerjaan, banyak prasyarat seperti minimal pengalaman 5 tahun dsb. Ini juga menjadi pertimbangan berat ketika ingin mengambil S2 reguler. Disaat teman-teman kita mendapat 2 tahun pengalaman, kita terlewat 2 tahun tanpa pengalaman. Namun poin plusnya, ketika sudah lulus, predikat kita dalam melamar sudah bukan di level S1, melainkan S2, yang mana memiliki poin plus di instasi tertentu.
Semoga tulisan ini bisa membantu temen-temen yang mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolah sebagai bahan pertimbangan. Thanks for reading!
2 comment
https://www.linkedin.com/pulse/why-studying-ui-ugm-itb-better-than-abroad-studies-melvin-hade?trk=v-feed&lipi=urn%3Ali%3Apage%3Ad_flagship3_feed%3Bm5T2fpNP5Tl%2Fer5LrWS8UA%3D%3D
BalasHapusBikin tulisan ttg ini mas, hhe skrg kan lagi hectic dan viral tuh LPDP-an
BalasHapus